Kamis, 11 Maret 2010

Ketika Putri mendadak memutuskan cintanya, Irfan berubah jadi pemurung.
Dan ketika gadis pujaannya itu menikah diam-diam di Surabaya,
Irfan betul-betul frustrasi. Dia tak mau makan-minum, sehingga akhirnya
terkena tifus. Betapa ironis, ketika mantan kekasihnya tengah menikmati
bulan madu di Bali, dia justru terbaring di rumah sakit. Lalu, apakah
yang dapat dilakukan seorang ayah untuk menghibur anak lelakinya yang
patah hati? Untuk membangkitkan kembali semangat juangnya yang hampir mati?
Irfan adalah anak yang cemerlang. Sejak kecil dia selalu jadi bintang
kelas. Namun, anak itu pendiam dan perasa. ''Kamu betul-betul menuruni
darah Ayah. Selalu serius, mendalam, dan penuh ketulusan kalau mencintai
perempuan. Sehingga, kalau putus cinta betul-betulterpuruk. Padahal,
seperti kata peribahasa, dunia ini tidak sedaun kelor. Di dunia ini
begitu banyak wanita, Nak,'' ujarku saat berbicara dari hati ke hati
sepulangnya ia dari rumah sakit. ''Tapi tidak ada yang secantik dan
sebaik Putri, Yah. Dia yang dulunya tak pakai kerudung, kini mulai
belajar pakai kerudung. Tapi kenapa ketika keislamannya semakin
sempurna, kok dia tega meninggalkan saya dan menikah dengan manajer
perusahaan elektronik itu?''

''Sudahlah, Nak. Sesuatu yang lepas dari tangan kita memang selalu
kelihatan indah. Begitu pula kalau kita kehilangan perempuan yang kita
cintai. Mata kita tertutup bahwa di sekeliling kita masih banyak
perempuan lain yang mungkin lebih baik dari dia.''

''Aku baru sekali ini jatuh cinta, Yah. Selama SMU dan kuliah, waktuku
lebih banyak aku habiskan untuk belajar, dan organisasi ilmiah di kampus.''

''Ayah paham, Nak. Ayah mau buka rahasia. Sewaktu SMU dulu Ayah
mengalami nasib yang mirip kamu. Cinta tak kesampaian, padahal Ayah
dan Rini, nama perempuan itu, sama-sama saling mencintai.
Bertahun-tahun Ayah nyaris frustrasi dan tak pernah mampu menghilangkan
bayang wajahnya. Sampai kemudian, lima tahun setelah itu, Tuhan
mempertemukan Ayah dengan ibumu. Dia wanita tercantik di Cianjur ketika
itu. Baru lulus SMU. Banyak sekali pemuda yang mengincar ibumu.
Entahlah, kenapa dia mau menikah dengan Ayah yang ketika itu masih
berstatus mahasiswa dan belum punya pekerjaan, kecuali menjadi penulis
free lance di koran. Kami menikah hanya dua minggu sejak pertama kali
bertemu.'' Irfan termenung. Mungkin ia merenungkan kalimat demi kalimat
yang tadi aku ucapkan.

''Nak, laki-laki itu ibarat buah kelapa. Makin tua, makin bersantan.
Biarpun jelek, botak dan gendut, kalau punya kedudukan, berharta, dan
terkenal, maka gadis-gadis muda antri untuk mendapatkannya. Untuk
sekadar jadi teman kencan maupun istri sungguhan.''

''Benarkah?''

''Ya. Dengan modal hanya sebagai wartawan senior dan novelis top saja,
Ayahmu ini seringkali digilai oleh perempuan-perempuan muda. Mereka
berusaha mencuri perhatian Ayah dengan berbagai cara. Kalau Ayah tidak
kuat iman, Ayah mungkin sering kencan dengan banyak perempuan. Kalau
Ayah kurang sabar, Ayah mungkin beristri dua, tiga, atau bahkan empat.''

''Apa yang membuat Ayah bertahan?''

''Ibumu. Dia perempuan yang hebat. Kesabaran, ketulusan, kehangatan dan kasih
sayangnya luar biasa. Hal itu telah ditunjukkannya saat Ayah masih belum
punya apa-apa, belum diperhitungkan orang, bahkan dilirik sebelah mata
pun tidak. Kami menikah dalam keadaan miskin. Bahkan cincin kawin untuk
ibumu baru Ayah belikan lima tahun setelah pernikahan.
Tahun-tahun pertama pernikahan, kami sering makan hanya nasi dan garam
saja. Namun tak pernah sekalipun Ayah mendengar ibumu mengeluh atau
menunjukkan air muka masam. Sebaliknya, Beliau selalu berusaha
membesarkan hati Ayah. Bahwa Ayah punya potensi. Bahwa Ayah suatu hari
nanti akan jadi orang hebat di bidang sastra maupun jurnalistik.
Dua puluh delapan tahun perkawinan dengan ibumu sungguh merupakan
perjalanan hidup yang amat berarti bagi Ayah. Itulah yang membuat Ayah
tak pernah mau berpaling kepada perempuan lain. Rasanya sungguh tak
adil, setelah menjadi orang yang terkenal dan punya uang, Ayah lalu
mencari perempuan lain untuk membagi cinta ataupun sekadar
bersenang-senang.''

''Ayah beruntung mendapatkan perempuan sebaik ibu. Tapi aku?
Satu-satunya perempuan yang aku cintai kini telah pergi.''

''Jangan menyerah dulu, Nak. Cuti doktermu 'kan masih tiga hari lagi.
Bagaimana kalau besok Ayah ajak kau jalan-jalan keliling Jakarta? Kita
santai dan cari makan yang enak. Siapa tahu kamu bisa melupakan Putri-mu dan
mendapatkan pengganti yang lebih baik.'' Irfan tidak langsung menjawab.
''Ayolah, Nak. Ayah yang akan jadi sopirmu. Kau tinggal duduk di jok
depan. Oke?''

Lama baru Irfan mengangguk. ''Baiklah, Ibu ikut?''

''Tidak. Ini urusan laki-laki, Nak,'' sahutku seraya tertawa.
Hari pertama aku mengajak Irfan berkeliling Mal Pondok Indah. Mal yang
terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu selalu ramai
dikunjungi orang-orang berduit. Hanya dalam hitungan jam kita bisa
menyaksikan puluhan bahkan ratusan perempuan muda, cantik dan seksi,
keluar masuk mal. Umumnya mereka mengenakan pakaian yang menonjolkan
lekuk-lekuk fisiknya, seperti dada, udel, pantat, paha, ketiak dan
punggungnya.

Seusai Maghrib aku mengajak Irfan nonton film di Kartika Chandra 21 yang
terletak kawasan Segi Tiga Emas Jakarta, tepatnya Jalan Gatot Subroto.
Di sini banyak sekali pasangan yang datang menonton. Umumnya
perempuan-perempuannya mengenakan gaun malam yang seksi dan terbuka.
Banyak juga yang memakai rok mini ataupun celana blue jean ketat di
bawah pinggang sehingga sering kali memperlihatkan celana dalam
pemakainya.

Hari kedua aku mengajak Irfan pergi ke kantor sebuah bank syariah.
''Ayah mau setor tabungan dulu sekaligus mau buka rekening khusus zakat.
Mau ikut masuk?'' Irfan mulanya enggan. ''Ayolah.'' Akhirnya ia mau juga
ikut. Kami menemui salah seorang customer service officer. Laili
namanya. ''Assalaamu'alaikum, Pak Irwan. Ada yang bisa saya bantu?''
suaranya bening dan terkesan manja, namun tidak dibuat-buat. Balutan
jilbab coklat itu tak mampu menyembunyikan posturnya yang semampai dan
wajah selembut kabut. ''Wa'alaikumsalaam, Mbak Laili. Saya ingin membuka
rekening khusus untuk zakat. Oh, ya, kenalkan ini anak sulung saya.
Irfan. Irfan, ini Mbak Laili.'' ''Assalaamu'alaikum, Mas Irfan.''
''Wa'alaikumsalaam, Mbak Laili.'' ''Irfan kerja di gedung ini juga, Mbak
Laili. Lantai 12.'' ''Oh, ya?'' Laili agak terkejut. ''Kalian pasti
enggak pernah bertemu 'kan? Inilah penyakit zaman modern, orang-orang
berkantor di satu gedung tapi bisa bertahun-tahun tak pernah berjumpa,''
kataku sambil tertawa.

Bibir tipis Laili mengukir segurat senyum. ''Soalnya Mas Irfan enggak
pernah buka tabungan di bank syariah. Duitnya disimpan di bank
konvensional semua ya?'' Laili punya selera humor yang bagus. Kulihat
Irfan tersenyum kecil. ''Insya Allah saya akan buka rekening di bank
syariah, Mbak.''

Keluar dari bank syariah itu, aku mengajak Irfan menghadiri pameran buku
Islam di Istora Senayan Jakarta. Pameran yang menampilkan puluhan
penerbit Islam itu setiap hari dihadiri oleh puluhan ribu orang. Berbeda
dengan pemandangan di Mal Pondok Indah dan KC-21, di sini kebanyakan
perempuan muda yang datang mengenakan jilbab. Wajah mereka kelihatan
bersih dan matanya lebih suka menunduk ketimbang jelalatan mencari
perhatian lelaki.

Seusai menonton pameran buku, aku mengajak Irfan mampir di Hotel Gran
Melia, yang terletak di Jl HR Rasuna Said. Kami memesan es lemon tea dan
pisang goreng keju. ''Oke. Mari kita bahas perjalanan dua hari kita.
Kamu masih ingat perempuan-perempuan muda di Mal Pondok Indah dan KC-21
kemarin?'' Dia cuma mengangguk. ''Wanita-wanita seperti itu menyenangkan
untuk dilihat dan dibawa ke pesta-pesta, tapi belum tentu membuatmu
bahagia. Sebaliknya perempuan-perempuan muda berjilbab yang kita
saksikan di pameran buku Islam dan bank syariah tadi, mereka lebih
mungkin membuatmu menjadi seorang lelaki yang dihargai dan meraih
kebahagiaan sejati. Ayah yakin, di antara mereka itu pasti ada perempuan
impian.''

''Seperti apakah perempuan impian itu, Yah?'' Aku menyeruput es lemon
tea yang tinggal separoh. Kemudian mencomot sepotong pisang goreng keju.
Irfan menunggu dengan tidak sabar. ''Seperti apa, Yah?''

''Kalau kamu bertemu dengan seorang perempuan yang berpadu pada dirinya
kehangatan seorang Siti Khadijah, serta kemanjaan dan kecerdasan seorang
Siti Aisyah dua di antara istri-istri Rasulullah itulah perempuan
impian.'' ''Seandainya aku menjumpai perempuan yang seperti itu, apa
yang harus aku lakukan?'' ''Jangan tunggu esok atau lusa. Telepon Ayah
saat itu juga. Ayah akan segera melamarkannya untukmu, dan kau harus
menikah dengannya paling lambat seminggu setelah itu. Jika kamu
mendapatkan perempuan seperti itu dalam hidupmu, dunia ini kecil dan
nyaris tak berarti. Rasul pernah berkata, bahwa seorang perempuan yang
salehah lebih berharga dari dunia ini beserta isinya.''

Seminggu kemudian. Aku tengah menulis sebuah ficer tentang pengoperasian
bus way di Jakarta ketika HP-ku berdering. Dari Irfan: ''Ayah, aku sudah
dapatkan calon istri. Seorang wanita salehah yang bisa membuatku hidup
bahagia.'' Suaranya terdengar bersemangat. ''Oh, ya, siapa namanya?''
''Nantilah Ayah akan aku kenalkan.'' Berselang lima menit kemudian,
Yanti, staf humas bank syariah menelepon. ''Assalaamu'alaikum, Pak
Irwan. Tadi Irfan buka rekening di bank syariah. Dia mengobrol cukup
lama dengan salah seorang customer service officer kami. Bapak pasti
tahu yang saya maksudkan.'' Aku menutup Nokia 9210i itu. Lalu memandang
ke luar jendela kantor. ''Alhamdulillah. Akhirnya kau temukan perempuan
impianmu, Nak.''

Jakarta-Depok-Jakarta, 19-20 Desember 2003. Terima kasih untuk seorang
perempuan salehah di sebuah bank syariah yang telah mengizinkan saya
menulis cerita.

Rgds,
Tri Ch Hermawan



Alkisah, seorang pemuda mendatangi orang tua bijak yang tinggal di sebuah desa yang begitu damai. Setelah menyapa dengan santun, si pemuda menyampaikan maksud dan tujuannya. "Saya menempuh perjalanan jauh ini untuk menemukan cara membuat diri sendiri selalu bahagia, sekaligus membuat orang lain selalu gembira."

Sambil tersenyum bijak, orang tua itu berkata, "Anak muda, orang seusiamu punya keinginan begitu, sungguh tidak biasa. Baiklah, untuk memenuhi keinginanmu, paman akan memberimu empat kalimat. Perhatikan baik-baik ya..."

"Pertama, anggap dirimu sendiri seperti orang lain!" Kemudian, orang tua itu bertanya, "Anak muda, apakah kamu mengerti kalimat pertama ini? Coba pikir baik-baik dan beri tahu paman apa pengertianmu tentang hal ini."

Si pemuda menjawab, "Jika bisa menganggap diri saya seperti orang lain, maka saat saya menderita, sakit dan sebagainya, dengan sendirinya perasaan sakit itu akan jauh berkurang. Begitu juga sebaliknya, jika saya mengalami kegembiraan yang luar biasa, dengan menganggap diri sendiri seperti orang lain, maka kegembiraan tidak akan membuatku lupa diri. Apakah betul, Paman?"

Dengan wajah senang, orang tua itu mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan kata-katanya. "Kalimat kedua, anggap orang lain seperti dirimu sendiri!"

Pemuda itu berkata, " Dengan menganggap orang lain seperti diri kita, maka saat orang lain sedang tidak beruntung, kita bisa berempati, bahkan mengulurkan tangan untuk membantu. Kita juga bisa menyadari akan kebutuhan dan keinginan orang lain. Berjiwa besar serta penuh toleransi. Betul, Paman?"

Dengan raut wajah makin cerah, orang tua itu kembali mengangguk-anggukkan kepala. Ia berkata, "Lanjut ke kalimat ketiga. Perhatikan kalimat ini baik-baik, anggap orang lain seperti mereka sendiri!"

Si anak muda kembali mengutarakan pendapatnya, "Kalimat ketiga ini menunjukkan bahwa kita harus menghargai privasi orang lain, menjaga hak asasi setiap manusia dengan sama dan sejajar. Sehingga, kita tidak perlu saling menyerang wilayah dan menyakiti orang lain. Tidak saling mengganggu. Setiap orang berhak menjadi dirinya sendiri. Bila terjadi ketidakcocokan atau perbedaan pendapat, masing-masing bisa saling menghargai."

Kata orang tua itu, "Bagus, bagus sekali! Nah, kalimat keempat: anggap dirimu sebagai dirimu sendiri! Paman telah menyelesaikan semua jawaban atas pertanyaanmu. Kalimat yang terakhir memang sesuatu yang sepertinya tidak biasa. Karena itu, renungkan baik-baik."

Pemuda itu tampak kebingungan. Katanya, "Paman, setelah memikirkan keempat kalimat tadi, saya merasa ada ketidakcocokan, bahkan ada yang kontradiktif. Bagaimana caranya saya bisa merangkum keempat kalimat tersebut menjadi satu? Dan, perlu waktu berapa lama untuk mengerti semua kalimat Paman sehingga aku bisa selalu gembira dan sekaligus bisa membuat orang lain juga gembira?"

Spontan, orang tua itu menjawab, "Gampang. Renungkan dan gunakan waktumu seumur hidup untuk belajar dan mengalaminya sendiri."

Begitulah, si pemuda melanjutkan kehidupannya dan akhirnya meninggal. Sepeninggalnya, orang-orang sering menyebut namanya dan membicarakannya. Dia mendapat julukan sebagai: "Orang bijak yang selalu gembira dan senantiasa menularkan kegembiraannya kepada setiap orang yang dikenal."


Pembaca yang luar biasa,

Sebagai makhluk sosial, kita dituntut untuk belajar mencintai kehidupan dan berinteraksi dengan manusia lain di muka bumi ini. Selama kita mampu menempatkan diri, tahu dan mampu menghargai hak-hak orang lain, serta mengerti keberadaan jati diri sendiri di setiap jenjang proses kehidupan, maka kita akan menjadi manusia yang lentur. Dengan begitu, di mana pun kita bergaul dengan manusia lain, akan selalu timbuk kehangatan, kedamaian, dan kegembiraan. Sehingga, kebahagiaan hidup akan muncul secara alami... luar biasa!
subernya lupa...maf..




ini adalah tentang aku.
aku yang selalu di belakang.
aku yang selalu optimis.
aku yang selalu berpikir berdeda.
aku yang selalu yakin akan datangnya kebahagian yang aku usahakan.
aku pun kadang tak perduli apa kata orang, karena apa yang aku lakukan itu sesuai dengan hati dan pikiran.
aku yang selalu berusaha untuk menyelesaikan kekuranganku dengan orang lain.
itu sepenggal kisah tentang aku.
akan aku mulai kisah ini dari awal.
awal adalah pertama.
walaupun aku sudah tak begitu ingat awalnya dari mana namun sedikit ingat aku pernah merasa bahagia yang tak akan tergambarkan namun aku juga pernah bersedih sampai tak tau dan tak ingat apa yang aku lakukan entah itu benar ato tidak.....semoga aja kesedihan itu tidak berlebihan..
langsunga aj dech..
disemester 7 aku kuliah seperti biasa.
seperti orang lain pada umumnya.
karena aku tau aku tidak begitu pintar aku berpikir agar semua pelajaran dapat aku lewati dengan nilai minimal C, karena dengan nilai C dianggap sudah lulus.
alhadulillah selama semster 1 sampai 7 ini,mata kuliah yang tidak lulus cuma satu yaitu mata kuliah KIMIA TEKNIK itu aja karena aku tidak masuk 2 kali dan pada waktu UTS dan UAS nilaiku jelek"salah posisi duduk"hehehehe,.....karena itu nilai dari semester 1 sampai 7 nilai C -ku ada 15.ahahahhaha ANCUR...HAHAH..entah aku harus bersedih atau bergembira karena dari nilaiku yang banyak C-nya ada juga yang dapat dibanggakan yaitu TEM"Tugas Elemen Mesin" aku lulus pertama dengan nilai A, Selain itu KP"Kerja Praktek" aku yang pertama sidanynya tapi untuk nilai aku belum tau moga aja nilainya sama kaya TEM.Amin Ya Allah...hahahaha...ya ini adalh soal prinsip, prinsip seorang yang banyak kekuranganya...hahahaha...itulah kisah tentang kuliahku...aku berharap orang tuaku tak bersedih melahirkan aku yang punya prisip seperti itu..hehehe..
setelah ngomongin tentang aku,kuliahku, tak begitu sempurna hidup ini jika tak ngomongin cinta. entah arti dan maksut cinta datang didalam kehidupan ini..aku sendiri tak mengerti cinta, dan dari mana cinta itu datang kepadaku.
ini juga tentang semster 7 karena kalau cinta diawalin dari semester 1 akan sangat panjang tak akan mampu aku menulisnya..
langsung aja dech.
singakat padat jelas.
aku punya mata 2. hidung 1(2 lubang),kuping 2,kepala 1 otak 2(kanan,kiri)dan hati 1.dari semua ini kadang aku harus melihat lebih dari dua,mendengarkan lebih dari dua,berpikir lebih dari 2 dan hatipun ikut berhati lebih dari 1 tapi dengan ini aku punya satu keyakinan bahwa Allah kasih itu semua sudah sesuai dengan kemampuanku. pernah aku dalam keterpurukan disebabkan karena cinta,cinta yang tak aku mengerti,tak aku yakini akan kebneradaanya.itulah cinta yang kurasakan waktu itu. cinta yang membuatku tak yakin and selalu menjadikan aku putus asa akan cinta itu,namun kadang aku tak sadar akan berlebihannya cintaku pada "N" sampai aku kadang marah-marah dan menagis tak jelas mungkin karena keputus asaan aku. ini semua aku rasakan begitu lama dan aku lewati tak gampang aku minta pendapat untuk menyesaikan hal ini kepada teman-temanku,keluargaku dan yang dekat denganku tapi tak ada hasilnya entah mereka yang tidak faham akan keadaan ku atau emang cintaku yang meng-ada-ada...?atau kah karena cintaku tak akan bersatu..?tapi dari mereka aku dapat bermacam-macam pendapat dan masukan. walaupun aku berjalan seperti sendiri karena dari semua teman,dan keluargaku tak ada yang mendukung, aku tetap maju dengan satu keyakinan aku pasti dapat dan berhasil.mungkin sesuai betul dengan motivasi berikut: "apa yang kamu usahakan sekarang akan kamu raih dimasa yang akan datang"aku tidak tau istilah atau kata-kata ini dari mana datangnya tapi dengan kata-kata ini aku jadi tidak sendiri untuk menembus ruang dan waktu.hahhahaahahh bahasanya berlebihan...
tapi pada suatu masa aku merasa sudah tidak ada lagi yang harus aku perjuangkan akan cinta ini, entah karena aku sudah putus asa,atau aku terpenggarug oleh omongan orang lain,atau karena aku merasa dan berpikir beda akan arti cinta, ataukah aku sudah merasa bahagia akan keadaan ini yang jelas hatiku sudah tenang saat dia tidak menghubungiku,saat dia jalan ma capa aja. rasa bahagia ini aku dapatkan setelah melalui banyak hal dan banyak aku membaca tentang arti cinta,dan kehidupan dan motivasi akan patah hati atau putus cinta. tak lama kekosongan ini aku rasakan, setelah bisa melepaskan 'N" dari pikiranku. saat kekosongan ini datang seseorang yang mengisi kekosongan pikiran ini yaitu "G" hari demi hari aku lewati dengan tawa dan canda dengan "G" kebahagian ini ternyata hanya sebagi bumbu kehidupan dan perjalanan cintaku. artinya "G" dan aku tak lama melalui canda dan tawa setelah aku ketemu langsing ma dia, entah apa yang membuat "G" langsung berubah 100% kepadaku.dari kejadian ini membuat hatiku terluka dan bertanya pada diri sendiri APAKAH SALAHKU..?APA DOSAKU SAMPAI LUKA INI TERULANG KEMBALI...!!.entah apa rencana Allah padaku tapi tak begitu lama rasa sakit hati ini aku rasakan datang orang yang menyembuhkan dalam artian orang ini dapat menghiburku sampai rasa sakit/luka itu tak terasa lagi dia adalah "F".tapi lama-lama orang ini sama seperti "G" dia hanya bumbu perjalanku dan pewarna buat kehidupanku. kebahagian ini tak lama.setelah aku terlepas dari semua ini aku sudah bertekat akan untuk memperbaiki diri agar kisah di atas tak berulang lagi.akhirnya ku temukan sebuah penyelesaian masalah ini. dengan cara memposisikan N, F, G sebagai teman menjadikan hatiku merasa tenang.dengan menjadikan mereka sebagai temanku aku tidk akan merasa sakit hati saat mereka dekat dengan orang lain ataupun mereka berpacaran dengan orang lselain aku. dengan berteman kita akan sedikit berselisih, sedikit berantem, sedikit cemburu. itulah kenapa aku milih berteman....sekian....

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com